Senin, 10 November 2008

Indomie Rp. 7.150,-!!

Setelah dua hari saya berada di Gottingen, pengin juga pergi belanja. Mungkin dalam bayangan anda saya akan belanja barang-barang ‘unik’ yg tidak ada di Indonesia. Bukan, saya memang harus belanja tapi belanja kebutuhan harian terutama makanan. Sebelumnya saya sudah mendapatkan warisan dari mahasiswa senior asal Indonesia berupa panci goreng dan perlengkapannya, satu piring, satu mangkok, satu gelas dan satu sendok. Ohya, kamar yang saya tempati adalah semacam asrama mahasiswa, tapi jangan bayangkan dengan asrama perguruan tinggi di Indonesia. Di sini kamar asrama layaknya seperti penginapan. Di dalamnya selain tempat tidur, meja belajar dengan saluran internet juga terdapat dapur plus kompor otomatik, pemanas ruangan dan kamar mandi yang selalu ada air panasnya. Jadi tidak perlu antri jika ingin sekedar masak air atau mandi. Tapi wajar juga jika disesuaikan dengan harga sewanya yang mencapai 180 € / bulan atau sekitar Rp. 2,4 juta-an/bulan he he. Ini bukan untuk mewah-mewahan, karena memang disini tidak ada kos-kosan semacam di Bogor yang harga sewanya bisa Rp. 400 rb/bulan bahkan kurang. Di sini tingkat kehidupan yang wajar sangat dijaga pemerintah. Bahkan tidak mudah untuk menyewakan apartemen jika tidak memenuhi kelayakan hidup manusia. Bagaimana tidak untuk bisa tinggal disini kita harus sudah menyewa tempat tinggal dengan ukuran 12 m2/orangnya. Ukuran layak untuk hidup katanya. Jadi jika anda ingin membawa anggota keluarga maka kalikan saja dengan angka itu untuk luas minimal kamar yang anda sewa. Tentu semakin luas kamar maka semakin tinggi harga sewanya.

Nah, kembali ke cerita awal. Saya pun pergi ke sebuah minimarket milik orang arab. Dari kasirnya dan nama minimarket nya saja sudah menggambarkan bahwa toko itu milik orang arab atau minimal dari daerah Arab sana. Al-Iman nama tokonya. Banyak temenku mereferensikan kalau mau cari makanan yang halal Al-Iman tempat yang tepat. Kasir toko sepertinya sudah familiar dengan pembeli mahasiswa asing terutama dari negeri-negeri muslim atau asia lainnya. Begitu saya masuk dia sudah menyambut dengan senyum dan say hallo.. aha, ramah benar penjaga toko disini. Saya mulai merogoh kantong baju untuk mencari selehai kertas yang sengaja saya corat-coret daftar belanja yang harus saya beli. Saya pun mulai mencari. Setelah ketemu burger siap masak, susu pasteurisasi, jus, beras juga minyak goreng, mata saya tertumbuk pada bungkusan yang sudah lama saya kenal.. aha, disini ada Indomie..??!! pikir saya. Setelah berpindah satu bungkusan ke tangan saya, saya coba cermati betul bungkusan itu, apakah ini mie yang biasa saya makan di Indonesai atau hanya serupa saja.. wah, ternyata benar.. mie ini diimport dari Indonesia. Jelas sekali terlihat dimana mie tersebut diproduksi, tulisannya dan lainnya persis sama.. saya pun langsung ambil beberapa bungkus.. ah, akhirnya saya temukan makanan kesukaan saya di sana, pikir saya dalam hati.. tapi eit.. belum lima langkah saya menjauh dari rak mie itu, mata saya tertumbuk pada label harga yang nangkring dibungkusan mie tersebut.. 0,50 € .. buru-buru saya konversikan angka tersebut dalam rupiah.. deg! Rp. 7.150-an ! saya masih membesarkan hari utk mencoba menyelidiki lebih detail, barangkali harga segitu untuk lima bungkus atau berapa., ah, ternyata tidak, disetiap bungkusan mie-mie itu terdapat angka yang saya.. alamak! Mahal nian mie ini.. langung saya taruh kembali bungkusan-bungkusan mie tersebut dan saya hanya membawa dua bungkus saja.. itupun karena ‘terpaksa’ mencoba mengobati kangen makan mie rebus dan memang tidak ada makanan lain yang saya kenal.

Subhanallah, jeli juga pemilik toko tersebut ya.. apa dia sudah tahu kalau kebiasaan orang Indonesia apalagi mahasiswa makanan favoritnya mie.. ah, tapi jika harga nya segitu mana ada mahasiswa beli, pikir saya. Dulu waktu mahasiswa di Bogor, makan mie itu bukan hanya sekedar favorit, tapi lebih kepada bahwa mie adalah makanan yang enak dan lebih penting murah meriah.. cukup diseduh, bisa utk ganjel pagi hari berangkat kuliah.. lha ini, harganya saja lebih mahal dari harga dagingnya disini. Itu yang aneh, karena harga sekilo daging, telur atau seliter susu bisa setengahnya dari harga barang yang sama di Indonesia.. artinya kalau mau makan mie perlu uang lebih gedhe.. mending beli sosis atau burger saja, sudah enak lebih bergizi lagi.. tapi kalau untuk sekedar kangen-kangenan dengan mie .. satu dua bungkus boleh lah.. hi hi.. (dasar anak kos!)

1 komentar:

ARIEF FACHRUDIN mengatakan...

Assalamualaikum,
Yeah, i also miss indomie so much. i just wanna share that in india, instant noodle are not quite delicious. no strong taste and no crispy lil fries. and of course in india i can't eat beef because cattle are holy animal. huh, poor india but i really respect them and their holy culture & religion. here, my menu is just chapati, karee, and some veg+chicken burger. i miss ikan asin + lalapan so much.

Mas Bai, may be when we go back to Indonesia we can eat n enjoy the unforgettable taste of indomie together. ha3 :)

Cheers,
AF - Chandigarh