Dr. Steingrobe namanya. Dia adalah dosen pada mata kuliah Plant Nutrition in the (Sub) Tropic. Kakak-kakak ‘kelas’ mengatakan kalau bapak yang satu ini mengajarnya kurang enak. Sebagai orang Jerman lidahnya agak kaku mengucapkan bahasa Inggris sehingga jika kita tidak benar2 hadir jiwa dan raga di kelas bakal lewat apa yg beliau sampaikan. Apalagi ujiannya lisan. Lengkap sudah ‘kekurangannya’. Begitulah kira2 pesan mereka sebelum saya putuskan mengambil mata kuliah ini disemester pertama.
Namun hal tersebut justru membuat saya penasaran. Pertama, karena ini pengalaman pertama kuliah di Negara lain membuat saya ingin tahu apa mungkin ada dosen yg model seperti itu di Universitas selevel ini. Kedua, karena terlambat datang ke sini sehingga mata kuliah ini menjadi pilihan yg memungkinkan.
Memasuki ruangan kuliah atau lebih tepatnya ruangan diskusi di laboratorium pak Steingrobe, hadirnya saya sebagai mahasiswa baru sangat kelihatan. Pasalnya hanya sedikit mahasiswa yang mengikuti kuliah ini. Hari pertama masuk kuliah ini sepertinya masih sebagian kecil saja materi yang nyangkut di kepala. Bukan saja susahnya memahami apa yg dikatakan sang dosen, materi yg berisi kimia tanah membuat otak ini harus lari-lari mengejarnya. Apalagi seumur hidup module seperti ini adalah yang pertama kali, bahkan sejak S1. Mungkin tepatnya ilmu yang diajarkan pak dosen adalah tentang ilmu tanah. Menjelaskan macam2 jenis tanah, mekanisme materi organik, mekanisme tumbuhan mengambilnya dan seterusnya.
Ada hal menarik yang saya ketahui setelah beberapa kali mengikuti kuliah ini. Setidaknya hal ini yang membuat semangat ini mucul untuk tetap hadir di kuliah. Pak Steingrobe ternyata selalu menyiapkan materi kuliahnya dengan sangat cermat. Beliau selalu membuat catatan kecil pada slide yang sebelumnya diprint. Meskipun saya yakin materi tersebut sudah sangat beliau hafal. Setidaknya bisa dilihat dari jurnal2 yg ditulisannya. Dari catatan itulah beliau menguraikan satu persatu isi slide yang memang banyak memuat formula, tabel dan grafik. Karena penasaran pernah sekali saya mencoba ‘pura-pura’ berdiskusi setelah kuliah hanya untuk melihat secara dekat apa yg ditulis oleh beliau pada balik kertas slide yg dicetaknya. Kecermatan lainnya adalah ketepatan waktu dalam mengajar. Kuliah selalu dimulai tepat waktu dan berhenti pada saat materi yg pas untuk selesai dengan waktu yg tepat pula.
Sebagai dosen meski masih beberapa kali mengajar, menyesuaikan waktu dan materi yang tepat bukanlah perkara yg mudah. Namun pak Staingrobe sepertinya sudah menyiapkan dengan cermat untuk melakukan itu. Bahkan tidak menutup kemungkinan beliau telah ‘berlatih’ untuk menyesuaikan waktu dan materi. Jika ini dilakukan, berarti beliau setiap kali akan kuliah sudah benar2 siap seperti layaknya kita akan presentasi sebuah projek. Luar biasa.. lalu bagaimana dengan kita (saya), yang biasanya selalu mempunyai alibi karena kesibukan mengerjakan proposal, laporan serta tugas2 manajemen di kampus sehingga tidak menyiapkan kuliah sedemikian rupa seakan menjadi maklum. Jika ditarik benang lebih jauh, mungkin ‘status’ dosen berbeda antara Indonesia dan Jerman. Selayaknya Negara maju lainnya, di Jerman dosen ‘mungkin’ tidak perlu pusing mengejar ‘objekan’, ‘mengamen’ disana-sini untuk menjaga dapurnya ‘tetap ngebul’, begitu biasanya alibi klasiknya.
Kembali ke pak Staingrobe. Meski kepala ini masih berdenyut2 setiap mengikuti kuliah, namun minimal ada ilmu yg sangat berharga didapatkan. Ya, pak Steingrobe benar2 telah memberikan contoh bagi saya bagaimana menyiapkan kuliah secara benar. Beliau rela mengkorbankan waktu yg lebih untuk menutupi ‘kekurangan’ susahnya materi yang diajarkannya. Setidaknya pandangan tersebut juga saya dapatkan dari beberapa teman sekelas yang rata2 juga merasa tidak mudah memahami isi kuliah ini. Ah, selalu saja ada yg berharga dari setiap hal…. Terima kasih pak Doktor!
Goettingen, 24 Februari 2009.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar