Kamis, 11 Desember 2008

Budaya Latah yang Tak Bertanggung Jawab

Seorang muslim ketika sampai usia balighnya, maka telah jatuh hukum atas dirinya. Tak sepantasnya lagi ia menjadi pribadi-pribadi yang 'sekedar mengekor' saja. Entah itu pada orang tua, pada teman, pada kakak, pada guru, apa tah lagi pada orang-orang jahil yang tak berilmu. Kondisi dewasa ini, di mana kedewasaan dan kematangan seorang manusia sudah tak sejalan lagi dengan usia balighnya. Pada hakikatnya hal ini dikarenakan ada yang salah dalam metode pendidikannya. Baik oleh keluarga, masyarakat, atau pun negara melalui institusi pendidikan formal. Seorang anak muslim pada masa Rasulullah dan para shahabat sudah memiliki kapasitas ilmu yang luar biasa. Sementara saat ini, usia 15 tahun saja remaja kita bahkan belum bisa mengambil keputusan terkait jalan hidupnya.
Lihat saja sebentar lagi menjelang tahun baru. Remaja kita yang nota bene muslim dan sudah baligh, bahkan ada yang sudah baya ataupun hampir renta, semua berbondong-bondong ikut merayakan 'tahun baru', yang mereka tidak tahu bagaimana hukumnya. Sekedar 'latah' saja. Ada yang lebih menyedihkan, mereka tahu tetapi menutup mata, telinga dan hati mereka rapat-rapat. Sekedar tak ingin di anggap ketinggalan zaman. Naudzubillah.
Adapun terkait perayaan tahun baru secara hura-hura, sesungguhnya tak ada ikhtilaf di sana. Status keharamannya sudah jelas. Di lihat dari sejarah, maka tidak dapat dipungkiri bahwa perayaan tersebut sangat erat kaitannya dengan ibadah dan budaya orang kafir. Sementara Rasulullah bersabda "Siapa yang menyerupai pekerjaan suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka"(HR. Abu Dawud, Ahmad, dan ath-Thabrani). Di lihat dari format acara perayaan tersebut pun sudah sangat jelas keharamannya. Di sana hanya ada hura-hura, ikhtilat, membuka aurat, dan keharaman lainnya. Sementara ada kaidah yang mengatakan "sarana yang mengantarkan pada keharaman, maka hukumnya haram".
Memang masih ada kalangan ulama yang berpendapat membolehkan perayaan tahun baru pada kondisi tidak ada hal-hal yang mengharamkan di sana. Misal di isi dengan aktifitas shalat malam bersama, renungan bersama, dan aktifitas halal lainnya. Akan tetapi untuk hal ini juga ada ulama yang berpandangan bahwa jika renungan dan atau yang lain tersebut dilakukan semata karena agenda tahun baru tersebut, maka hal ini termasuk bid'ah.
Sebagai seorang muslim yang mukallaf, sepantasnyalah kita mampu mengambil keputusan untuk segera meninggalkan keharaman. Bagaimana dengan perkara yang masih ada ikhtilafnya? Adalah bijak jika kita pun meninggalkannyanya karena Rasul juga menganjurkan pada kita agar meninggalkan perkara yang subhat. Demikianlah jika kita termasuk orang-orang yang hati-hati. Semoga bermanfaat. Wallahu'alam.

Tidak ada komentar: